Saturday, February 23, 2008

Pahlawan Perut

Tinggal di dunia antah berantah jauh dari tanah air, tidaklah mudah, terutama kalo ngomongin tentang urusan perut. Sebab yang pertama adalah saya lebih suka makan daripada masak. Sebab kedua, meskipun lidah gak rewel, dalam arti saya pengunyah segala macem makanan, tetapi makanan yang saya nikmati lebih dari tiga puluh tahun adalah makanan nusantara dan rumahan buatan nyokap. Sebab ketiga, bumbu dan bahan makanan nusantara tidak lengkap tersedia. Dan sebab ke-empat, masakan Indonesia cukup sulit dibuat (at least buat saya). Maka jadilah meskipun saya juga menikmati segala penganan asli barat seperti cream soup, steak, panggang-panggangan, berbagai macam keju, berbagai macam penganan dari berbagai negara lain seperti kari-nya India, mezze dan shawarma-nya Arab, pasta dan pizza-nya Itali, laksa dan pad-thai-nya Thailand, pangsit dan ayam asem manis-nya chinese, dll, tetap aja keinginan untuk nguyah masakan nusantara gak luntur dan seringkali terlintas.

Sayang di tempat saya tinggal sekarang gak ada restoran masakan Indonesia dan sejauh ini cuma ada satu restoran yang menyediakan masakan khas asia yang cukup otentik, tetapi bukan masakan Indonesia. Bikin sendiri? Selain bahan-bahan susah dicari, bikinnya ribet, dan belum tentu enak. Cari bumbu jadi? Gak ada juga. Jadi gimana?

Saya ternyata cukup beruntung ketemu sama bu Minul (bukan nama sebenarnya). Dia perempuan sederhana setengah baya yang mengikuti suaminya bekerja sebagai staff lepasan di kedutaan Indo dan tinggal disini sudah lebih dari 8 tahun. Hobinya cuma satu; Masak. "Saya cape kalo gak masak", itu katanya suatu hari. Maksudnya dia bosen kalo gak masak. Dia gak suka shopping dan bergosip ria, juga takut kalo bepergian sendirian. . Ia bukan aja bisa bikin segala macam masakan dan kue basah khas indo, ia bahkan bisa bikin tempe! Cuma ada satu pembuat tempe di kota ini, ya si ibu Minul ini. Kelebihannya bukan aja bisa bikin segala macam masakan yang tentunya cocok di lidah saya, tetapi juga bisa mengolah dan menemukan berbagai bahan dan bumbu-bumbu yang ada buat menggantikan bumbu-bumbu asli. Saya seringkali heran bagaimana dia bisa menemukan berbagai bahan yang tidak bisa saya temukan di tempat biasa saya berbelanja.

Karena hobinya itu kadang-kadang ia membuat penganan kecil untuk dijual diantara teman-teman atau membantu memasak untuk keperluan kantor suaminya. Tetapi saya dan teman 'sealiran' (sama-sama senang makan tapi males masak) punya ide lain. Entah bagaimana awalnya, tetapi kami pun mulai mengkaryakan hobi si Ibu Minul ini dengan cara memesan berbagai macam masakan untuk konsumsi rumah tangga kami sendiri. Sejak beberapa bulan belakangan saya pun gak terlalu nge-ces kalo inget dan pengen makan masakan indo. Tinggal angkat telpon dan pesen. Ya tentunya terus harus kami ambil dan bayar. :) Bu Minul dengan senang hati belanja dan membuatkan masakan pesanan untuk kami. Saya senang, baby senang, perut senang, Hubby senang, dan bu Minul pun senang ... ;p

Gak pernah membayangkan kalau ternyata disini saya bisa menikmati sop buntut, nasi uduk lengkap dengan lauk pauknya dan sambel kacang, soto ayam, rendang pedes, baso, berbagai macam krupuk dan kripik, berbagai macam sambel, goreng-gorengan tempe dan tahu, dan bawang goreng, sampai makanan kecil seperti risoles, lemper, martabak, bakwan, dll!!

Buat saya,

Bu Minul, penyelamat lidah dan perut.
Bu Minul, orang paling penting di kota ini.
Bu Minul, is my hero :)

Saya pernah membayangkan kalo gak ada bu Minul di kota ini, aaargh,.... jangan sampe !!

2 comments:

Anonymous said...

bon, kenapa si ibu minul dirahasiakan namanya? trus liat dong hsl racikan si ibu minul, pasti bikin ngiler dah, jd inget ama masakan nyokap neh :(

Nencee said...

yah gak enak dong sebar2 nama orang tanpa ijin :P. Gak kepikiran poto masakannya dia, biasanya buru2 pingin makan. hehehe... next time deh ya. thanks for comment, say.